Kata Pengantar penulis
Assalamu’alaikum Wr Wb
Dengan Menyebut Asma Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Dalam beberapa kasus korupsi, banyak pelaku justru dihukum ringan atau
dibebaskan. Banyak penyidikan atas mereka yang dicurigai melakukan korupsi
dihentikan di tengah jalan dengan aneka alasan. Tak sedikit pelanggaran hak
asasi manusia yang pelakunya menikmati impunity (bebas dari sanksi hukum). Sudah lama system peradilan di Indonesia dipertanyakan.Kepercayaan terhadap integritas penegak hukum ada pada titik terendah. Upaya penanggulangan korupsi sudah diawali sejak tahun 1960 secara resmi oleh pemerintah Indonesia. Tapi apa hasilnya survey dari Political and Economic Risk Consultancy (PERC) tahun 2005-2007 dari 1.400 usahawan asing terhadap 13 negara Asia, menunjukkan Indonesia menempati urutan ketiga sebagai negara yang paling korupsi dalam aktivitas ekonominya, setelah Filipina dan Thailand. Dari sini timbul pertanyaan kepada seluruh lapisan masyarakat. Solusi apa yang tepat menanggulangi korupsi di Indonesia ?
Dengan tulisan yang sangat sederhana ini saya tulis dengan bahasa yang sederhana agar mudah dipahami. Tulisan ini pula yang menjadi uneg-uneg (motivasi) dalam isi hati saya atas kondisi Negara yang rapuh akibat korupsi. Minta ma’af yang sebesar-besarnya atas kekurangan dari tulisan ini yang masih terdapat kesalahan-kesalahannya. Kesempurnaan hanya milik Allah wa-l-khaqqu lillah wannuqsonu linnasi.
Wassalamu’alaikum Wr Wb
PENDAHULUAN
Kalau di dalam islam ada sekte atau aliran yang berpaham ahlus sunnah waljama’ah atau biasa disingkat (ASWAJA), maka di Negara Indonesia membuat jama’ah tandingan baru yang bernama ahlul-korup waljama’ah. Para jama’ah korusi ini meliputi elit, semi elit, biasa, orang tua, orang muda atau bisa dikatakan virus yang bernama KORUPSI sudah menjangkiti seluruh elemen masyarakat di Negara ini. Tidak tanggung-tanggung korupsi menjadi budaya para elit di negeri ini pada khususnya. Bahkan seorang guru besar hukum pidana pun yang konon ditunggu opininya tentang penanggulangan serta pemberantasan korusi terdengar kabar menjadi tersangka dengan terjerat kasus korupsi di salah satu departemen kementrian di eksekutif.
Konon dahulu kala koruptor masih malu melakukan korupsi atau dengan bahasa yang sederhana mudah dipahami, koruptor melakukan korupsi secara khufyah atau sembunyi-sembunyi. Akan tetapi sekarang koruptor melakukan korupsi secara jahran atau terang-terangan. Koruptor sudah menanggalkan rasa malu dengan meninggalkan setrategi koruspsi secara sembunyi-sembunyi dengan metode baru korupsi secara jama’ah atau korusi bersama-sama. Dan alangkah hebatnya ternyata watak-watak korusi ini mempunyai banyak kawan dan teman sehingga terbentuklah sebuah golongan atau komunitas baru yang dinamai ahlul korup waljama’ah tadi.
Wallahu ‘alam sedikit saya memberikan catatan buruk atas kinerja penguasa negeri ini. Saya memilki catatan bahwa penanganan korupsi di negeri ini tampak kurang sungguh-sungguh atau kesungguhan Negara ini menangani virus yang bernama korupsi ini memang sedikit terlambat. Walaupun tercatat ada dua Undang-undang yang lahir dari kurun waktu 1960-1998 sebelum dikeluarkannya TAP MPR NO IX /MPR/1998 Tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme, dua Undang-undang itu adalah :
1. UU RI NO 24/PRP/1964 Tentang pengusutan, penuntutan dan pemeriksaan tindak pidana korupsi; dan
2. UU RI NO 3 Tahun 1971 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Setelah dikeluarkannya TAP MPR NO IX /MPR/1998 Tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme lahirlah UU RI No 31 tahun 1999 tentang PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI serta UU RI No 20 tahun 2001 tentang PERUBAHAN ATAS UU RI No 31 tahun 1999 tentang PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. Untuk alasan apa yang melatar belakangi pendapat saya tentang nilai buruk penanganan virus yang dijalankan pemerintah khususnya akan saya bahas secara umum di bab berikutnya.
Dari uraian singkat di atas kiranya dapat ditarik sebuah permasalahan sekaligus opini saya tentang solusi pemberantasan korupsi yaitu :
a. Bagaimana realita fenomena korupsi di Indonesia ?
b. Faktor apa saja yang menyebabkan mewabahnya virus korupsi di Negara Indonesia ?
c. Pendapat saya tentang solusi penanggulangannya ?
ISI
A. Realita korupsi di Indonesia
Masalah korupsi merupakan fenomena kebudayaan manusia yang cukup tua. Kemungkinan setara umurnya dengan peradaban manusia. Paling tidak perkiraan saya korupsi lahir ketika atau pada saat manusia kenal dengan pola hidup bersama, berkelompok dan membentuk masyarakat. Dan pendapat saya tidak ada korupsi kalau tidak adanya perbuatan merugikan orang lain, dan perbuatan itu dilakukan minimal satu orang dengan satu orang lainnya di dalam kehidupan bermasyarakat.
Sebelum melangkah jauh keranah realita korusi di Indonesia, alangkah baiknya kita uraikan definisi, esensi serta cirri-ciri korupsi itu sendiri.”Korusi” berasal dari kata latin corruptus artinya sesuatu yang rusak atau hancur. Dalam bahasa inggris digunakan untuk menyebut kerusakan fisik seperti frasa “ a corrupt manuscript ( naskah yang rusak ) dan dapat juga untuk menyebutkan kerusakan tingkah laku sehingga menyatakan pengertian tidak bermoral (immoral) atau tidak jujur atau tidak dipercaya (dishonest). Selain itu “ Korupsi” juga untuk menyatakan tidak bersih (impure) seperti frasa Corrupt air. Dari sekian banyak definisi korupsi saya mengutip dalam “ Webster’s Third New International Dictionary” bahwa korupsi didefinisikan ajakan (dari seseorang pejabat public ) dengan pertimbangan-pertimbangan yang tidak semestinya untuk melakukan pelanggaran tugas. Definisi krupsi dari www.kpk.go.id adalah korupsi "juga bisa dinyatakan sebagai suatu perbuatan tidak jujur atau penyelewengan (melawan hukum) yang merugikan kepentingan publik atau masyarakat luas untuk keuntungan pribadi atau golongan”
Menurut syed Hussein alatas esensi korupsi adalah pencurian melalui penipuan dalam situasi yang menghianati kepercayaan.
Sedangkan korupsi ditandai oleh cirri-ciri sebagai berikut :
a. Adanya penghianatan kepercayaan
b. Keserbarahasiaan
c. Mengandung penipuan terhadap badan public atau masyarakat
d. Dengan sengaja melalaikan kepentingan umum untuk kepentingan khusus
e. Diselubungi dengan bentuk-bentuk pengesahan hukum
f. Terpusatnya korupsi pada mereka yang menghendaki keputusan pasti dan mereka yang dapat mempengaruhinya.
Setelah diketahui secara rinci definisi, esensi serta cirri-ciri korupsi itu sendiri mari kita mengeksplore tentang realitas korupsi di Indonesia. Banyak orang bahkan pers sering menyebutkan korupsi itu budaya. Betulkah itu? Perhatikan uraian dari www.kpk.go.id berikut ini:
Apa betul korupsi itu budaya kita?
Budaya,
adalah sekumpulan nilai, norma, aturan, maupun tata cara yang merupakan acuan suatu masyarakat.
Sementara,
di dalam hampir semua kebudayaan, korupsi dianggap sebagai perbuatan yang diklasifikasikan sebagai tindakan kriminal.
Jadi,
sebetulnya korupsi bukanlah bagian dari sebuah unsur kebudayaan.
Tapi ingat! ,
dari tinjauan sejarah, ditemukan – korupsi dapat menghancurkan kebudayaan.
Dari uraian diatas memang pengucapan budaya korupsi itu salah kaprah. Akan tetapi hal tersebut haruslah kita jadikan sebagai pengingat Indonesia jangan sampai korupsi menjadi kebudayaan yang legal di Indonesia. Dan pada makalah ini untuk memudahkan penyebutan disana-sini masih saya tulis dengan pengucapan budaya korupsi. Asal-asul budaya korupsi di Indonesia yang pada hakekatnya telah ada sejak dulu ketika daerah-daerah di Nusantara masih mengenal system pemerintah feodal (Oligarkhi Absolut), atau sederhanya dapat dikatakan, pemerintahan disaat daerah-daerah yang ada di Nusantara masih terdiri dari kerajaan-kerajaan yang dipimpin oleh kaum bangsawan (Raja, Sultan dll).
Secara garis besar, budaya korupsi di Indonesia tumbuh dan berkembang melalu 3 (tiga) fase sejarah, yakni ; zaman kerajaan, zaman penjajahan hingga zaman modern seperti sekarang ini. Mari kita coba bedah satu-persatu pada setiap fase tersebut. Pertama, Fase Zaman Kerajaan. Budaya korupsi di Indonesia pada prinsipnya, dilatar belakangi oleh adanya kepentingan atau motif kekuasaan dan kekayaan. Literatur sejarah masyarakat Indonesia, terutama pada zaman kerajaan-kerajaan kuno, seperti kerajaan Mataram, Majapahit, Singosari, Demak, Banten dll, mengajarkan kepada kita bahwa konflik kekuasan yang disertai dengan motif untuk memperkaya diri (sebagian kecil karena wanita), telah menjadi faktor utama kehancuran kerajaan-kerajaan tersebut. Coba saja kita lihat bagaimana Kerajaan Singosari yang memelihara perang antar saudara bahkan hingga tujuh turunan saling membalas dendam berebut kekuasaan, mulai dari Prabu Anusopati, Prabu Ranggawuni, hingga Prabu Mahesa Wongateleng dan seterusnya. Hal yang sama juga terjadi di Kerajaan Majapahit yang menyebabkan terjadinya beberapa kali konflik yang berujung kepada pemberontakan Kuti, Nambi, Suro dan lain-lain. Bahkan kita ketahui, Hal menarik lainnya pada fase zaman kerajaan ini adalah, mulai terbangunnya watak opurtunisme bangsa Indonesia. Salah satu contohnya adalah posisi orang suruhan dalam kerajaan, atau yang lebih dikenal dengan “abdi dalem“. Abdi dalem dalam sisi kekuasaan zaman ini, cenderung selalu bersikap manis untuk menarik simpati raja atau sultan. Hal tersebut pula yang menjadi embrio lahirnya kalangan opurtunis yang pada akhirnya juga memiliki potensi jiwa yang korup yang begitu besar dalam tatanan pemerintahan kita dikmudian hari.
Kedua, Fase Zaman Penjajahan. Pada zaman penjajahan, praktek korupsi telah mulai masuk dan meluas ke dalam sistem budaya sosial-politik bangsa kita. Budaya korupsi telah dibangun oleh para penjajah colonial (terutama oleh Belanda) selama 350 tahun. Budaya korupsi ini berkembang dikalangan tokoh-tokoh lokal yang sengaja dijadikan badut politik oleh penjajah, untuk menjalankan daerah adiministratif tertentu, semisal demang (lurah), tumenggung (setingkat kabupaten atau provinsi), dan pejabat-pejabat lainnya yang notabene merupakan orang-orang suruhan penjajah Belanda untuk menjaga dan mengawasi daerah territorial tertentu. Mereka yang diangkat dan dipekerjakan oleh Belanda untuk memanen upeti atau pajak dari rakyat, digunakan oleh penjajah Belanda untuk memperkaya diri dengan menghisap hak dan kehidupan rakyat Indonesia. Sepintas, cerita-cerita film semisal Si Pitung, Jaka Sembung, Samson & Delila, dll, sangat cocok untuk menggambarkan situasi masyarakat Indonesia ketika itu. Para cukong-cukong suruhan penjajah Belanda (atau lebih akrab degan sebutan “Kompeni”) tersebut, dengan tanpa mengenal saudara serumpun sendiri, telah menghisap dan menindas bangsa sendiri hanya untuk memuaskan kepentingan si penjajah.
Ketiga, Fase Zaman Modern. Fase perkembangan praktek korupsi di zaman modern seperti sekarang ini sebenarnya dimulai saat lepasnya bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan. Akan tetapi budaya yang ditinggalkan oleh penjajah kolonial, tidak serta merta lenyap begitu saja. salah satu warisan yang tertinggal adalah budaya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Hal tersebut tercermin dari prilaku pejabat-pejabat pemerintahan yang bahkan telah dimulai di era Orde lama Soekarno, yang akhirnya semakin berkembang dan tumbuh subur di pemerintahan Orde-Baru Soeharto hingga saat ini. Sekali lagi, pola kepemimpinan yang cenderung otoriter, anti-demokrasi dan anti-kritik, membuat jalan bagi terjadi praktek korupsi dimana-mana semakin terbuka.
Melihat fase yang ada diatas maka tak heran Indonesia tahun 2005 – 2007 mendapat peringkat yang amat tidak memuaskan berdasarkan Survei Political and Economic Risk Consultancy (PERC) dari 1.400 usahawan asing terhadap 13 negara Asia, menunjukkan Indonesia menempati urutan ketiga sebagai negara yang paling korupsi dalam aktivitas ekonominya, setelah Filipina dan Thailand.
Daftar negara yang paling korupsi sampai yang yang paling kecil tingkat korupsinya berdasarkan survei PERC :
1. Filipina 9,00 (tahun lalu 9.00 juga)
2. Thailand 8,00 ( tahun lalu 8,03)
3. Indonesia 7,98 (8,03)
4. China 7,98 (6,29)
5. Vietnam 7,75 (7,54)
6. India 7,25 (6,67)
7. Taiwan 6,55 (6,23)
8. Malaysia 6,37 (6,25)
9. Korea Selatan 5,65 (6,30)
10. Macau 3,30 (5,18)
11. Jepang 2,25 (2,10)
12. Hong Kong 1,80 (1,87)
13. Singapura 1,13 (1,20).
Inilah realita yang ada di negara Indonesia, maka jangan heran kalau lambat laun tidak serius upaya pemberantasannya korupsi akan menjadi kebudayaan.
B. Faktor penyebab korupsi
Walaupun tidak secara lugas diterangkan didepan, sedikit dapat juga dimengerti bahwa korupsi membudaya dan berkembang seiring manusia mengenal kehidupan bersama. Dan itulah walaupun tidak secara langsung sebagai penyebab korupsi terjadi. Sepaham dengan pendapat mantan Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh yang dikutip di www.kapan lagi.com pada konvensi nasional media massa dalam rangka kegiatan Hari Pers Nasional (HPN) dan Pekan Olahraga Wartawan Nasional (Porwanas) VIII 2005 di Pekanbaru, Riau, Selasa (8/2). mengakui, ada empat faktor dominan penyebab merajelalanya korupsi di Indonesia, yakni faktor penegakan hukum yang masih lemah, mental aparatur, kesadaran masyarakat yang masih rendah, dan `political will. "Dari empat faktor itu telah menyebabkan uang negara dikorupsi lebih kurang Rp300 triliun tiap tahunnya. KPK juga tidak mau kalah penyebab korupsi adalah :
a. Sifat tamak manusia/serakah
b. Budaya permissif/tidak mau tau tahu
c. Kebutuhan Hidup Yang Mendesak
d. Ajaran Agama Yang Kurang Diterapkan.
Dan menurut pandangan religi saya factor ajaran agama yang kurang diterapkanlah yang paling dominan diantara sekian factor yang ada.
C. Solusi penanggulangan
Korupsi merupakan sebuah virus yang sangat akut, maka solusi yang paling tepat adalah melalui pesan nilai-nilai Agama. Dan terlebih khusus di Indonesia yang mayoritas beragama islam maka pesan Allah di dalam Al-qur’anulkarim perlu diperhatikan. Dari mana hal itu diawali, maka awalilah dari penguasa. Penguasa bersih rakyat sejahtera dan jauh dari korupsi. Disamping itu perlu peningkatan iman serta dibarengi perbaikan system, Namun di antara keduanya ini, mempertebal keimanan (ketakwaan) adalah yang paling utama, sesuai firman Allah: “Berbekallah kamu, sesunggunya sebaik-baik bekal adalah takwa” (Al-Baqarah: 197). Nabi Muhammad saw bersabda: “Si pemberi dan penerima suap sama-sama di dalam neraka” (HR. Abu Daud).
Apabila hal diatas dilaksanakan saya menjamin 100 % Indonesia akan menjadi Negara yang makmur gemah ripah loh jinawi baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.
PENUTUP
Kini sudah menjadi gejala umum “Korupsi” digunakan untuk mendapatkan apa saja yang diinginkan. Karena itu, kampanye kembali ke jalan agama dan etika perlu ditingkatkan dan hendaklah dimulai dari kalangan atas, karena sesungguhnya di kalangan ataslah terjadi banyak kasus korupsi. Penulis tekankan kembali ke jalan agama dan etika, karena untuk masa sekarang ini Undang-Undang (UU) dengan sanksinya tidak mampu lagi mencegah terjadinya korupsi.
Assalamu’alaikum Wr Wb
Dengan Menyebut Asma Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Dalam beberapa kasus korupsi, banyak pelaku justru dihukum ringan atau
dibebaskan. Banyak penyidikan atas mereka yang dicurigai melakukan korupsi
dihentikan di tengah jalan dengan aneka alasan. Tak sedikit pelanggaran hak
asasi manusia yang pelakunya menikmati impunity (bebas dari sanksi hukum). Sudah lama system peradilan di Indonesia dipertanyakan.Kepercayaan terhadap integritas penegak hukum ada pada titik terendah. Upaya penanggulangan korupsi sudah diawali sejak tahun 1960 secara resmi oleh pemerintah Indonesia. Tapi apa hasilnya survey dari Political and Economic Risk Consultancy (PERC) tahun 2005-2007 dari 1.400 usahawan asing terhadap 13 negara Asia, menunjukkan Indonesia menempati urutan ketiga sebagai negara yang paling korupsi dalam aktivitas ekonominya, setelah Filipina dan Thailand. Dari sini timbul pertanyaan kepada seluruh lapisan masyarakat. Solusi apa yang tepat menanggulangi korupsi di Indonesia ?
Dengan tulisan yang sangat sederhana ini saya tulis dengan bahasa yang sederhana agar mudah dipahami. Tulisan ini pula yang menjadi uneg-uneg (motivasi) dalam isi hati saya atas kondisi Negara yang rapuh akibat korupsi. Minta ma’af yang sebesar-besarnya atas kekurangan dari tulisan ini yang masih terdapat kesalahan-kesalahannya. Kesempurnaan hanya milik Allah wa-l-khaqqu lillah wannuqsonu linnasi.
Wassalamu’alaikum Wr Wb
“ KEJAHATAN KORUPSI DI INDONESIA“ :
(Realitas, factor penyebab dan solusi penanggulangannya)
Oleh : Pramadya Khairul Awaludin Al-madiuny
(Realitas, factor penyebab dan solusi penanggulangannya)
Oleh : Pramadya Khairul Awaludin Al-madiuny
PENDAHULUAN
Kalau di dalam islam ada sekte atau aliran yang berpaham ahlus sunnah waljama’ah atau biasa disingkat (ASWAJA), maka di Negara Indonesia membuat jama’ah tandingan baru yang bernama ahlul-korup waljama’ah. Para jama’ah korusi ini meliputi elit, semi elit, biasa, orang tua, orang muda atau bisa dikatakan virus yang bernama KORUPSI sudah menjangkiti seluruh elemen masyarakat di Negara ini. Tidak tanggung-tanggung korupsi menjadi budaya para elit di negeri ini pada khususnya. Bahkan seorang guru besar hukum pidana pun yang konon ditunggu opininya tentang penanggulangan serta pemberantasan korusi terdengar kabar menjadi tersangka dengan terjerat kasus korupsi di salah satu departemen kementrian di eksekutif.
Konon dahulu kala koruptor masih malu melakukan korupsi atau dengan bahasa yang sederhana mudah dipahami, koruptor melakukan korupsi secara khufyah atau sembunyi-sembunyi. Akan tetapi sekarang koruptor melakukan korupsi secara jahran atau terang-terangan. Koruptor sudah menanggalkan rasa malu dengan meninggalkan setrategi koruspsi secara sembunyi-sembunyi dengan metode baru korupsi secara jama’ah atau korusi bersama-sama. Dan alangkah hebatnya ternyata watak-watak korusi ini mempunyai banyak kawan dan teman sehingga terbentuklah sebuah golongan atau komunitas baru yang dinamai ahlul korup waljama’ah tadi.
Wallahu ‘alam sedikit saya memberikan catatan buruk atas kinerja penguasa negeri ini. Saya memilki catatan bahwa penanganan korupsi di negeri ini tampak kurang sungguh-sungguh atau kesungguhan Negara ini menangani virus yang bernama korupsi ini memang sedikit terlambat. Walaupun tercatat ada dua Undang-undang yang lahir dari kurun waktu 1960-1998 sebelum dikeluarkannya TAP MPR NO IX /MPR/1998 Tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme, dua Undang-undang itu adalah :
1. UU RI NO 24/PRP/1964 Tentang pengusutan, penuntutan dan pemeriksaan tindak pidana korupsi; dan
2. UU RI NO 3 Tahun 1971 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Setelah dikeluarkannya TAP MPR NO IX /MPR/1998 Tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme lahirlah UU RI No 31 tahun 1999 tentang PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI serta UU RI No 20 tahun 2001 tentang PERUBAHAN ATAS UU RI No 31 tahun 1999 tentang PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. Untuk alasan apa yang melatar belakangi pendapat saya tentang nilai buruk penanganan virus yang dijalankan pemerintah khususnya akan saya bahas secara umum di bab berikutnya.
Dari uraian singkat di atas kiranya dapat ditarik sebuah permasalahan sekaligus opini saya tentang solusi pemberantasan korupsi yaitu :
a. Bagaimana realita fenomena korupsi di Indonesia ?
b. Faktor apa saja yang menyebabkan mewabahnya virus korupsi di Negara Indonesia ?
c. Pendapat saya tentang solusi penanggulangannya ?
ISI
A. Realita korupsi di Indonesia
Masalah korupsi merupakan fenomena kebudayaan manusia yang cukup tua. Kemungkinan setara umurnya dengan peradaban manusia. Paling tidak perkiraan saya korupsi lahir ketika atau pada saat manusia kenal dengan pola hidup bersama, berkelompok dan membentuk masyarakat. Dan pendapat saya tidak ada korupsi kalau tidak adanya perbuatan merugikan orang lain, dan perbuatan itu dilakukan minimal satu orang dengan satu orang lainnya di dalam kehidupan bermasyarakat.
Sebelum melangkah jauh keranah realita korusi di Indonesia, alangkah baiknya kita uraikan definisi, esensi serta cirri-ciri korupsi itu sendiri.”Korusi” berasal dari kata latin corruptus artinya sesuatu yang rusak atau hancur. Dalam bahasa inggris digunakan untuk menyebut kerusakan fisik seperti frasa “ a corrupt manuscript ( naskah yang rusak ) dan dapat juga untuk menyebutkan kerusakan tingkah laku sehingga menyatakan pengertian tidak bermoral (immoral) atau tidak jujur atau tidak dipercaya (dishonest). Selain itu “ Korupsi” juga untuk menyatakan tidak bersih (impure) seperti frasa Corrupt air. Dari sekian banyak definisi korupsi saya mengutip dalam “ Webster’s Third New International Dictionary” bahwa korupsi didefinisikan ajakan (dari seseorang pejabat public ) dengan pertimbangan-pertimbangan yang tidak semestinya untuk melakukan pelanggaran tugas. Definisi krupsi dari www.kpk.go.id adalah korupsi "juga bisa dinyatakan sebagai suatu perbuatan tidak jujur atau penyelewengan (melawan hukum) yang merugikan kepentingan publik atau masyarakat luas untuk keuntungan pribadi atau golongan”
Menurut syed Hussein alatas esensi korupsi adalah pencurian melalui penipuan dalam situasi yang menghianati kepercayaan.
Sedangkan korupsi ditandai oleh cirri-ciri sebagai berikut :
a. Adanya penghianatan kepercayaan
b. Keserbarahasiaan
c. Mengandung penipuan terhadap badan public atau masyarakat
d. Dengan sengaja melalaikan kepentingan umum untuk kepentingan khusus
e. Diselubungi dengan bentuk-bentuk pengesahan hukum
f. Terpusatnya korupsi pada mereka yang menghendaki keputusan pasti dan mereka yang dapat mempengaruhinya.
Setelah diketahui secara rinci definisi, esensi serta cirri-ciri korupsi itu sendiri mari kita mengeksplore tentang realitas korupsi di Indonesia. Banyak orang bahkan pers sering menyebutkan korupsi itu budaya. Betulkah itu? Perhatikan uraian dari www.kpk.go.id berikut ini:
Apa betul korupsi itu budaya kita?
Budaya,
adalah sekumpulan nilai, norma, aturan, maupun tata cara yang merupakan acuan suatu masyarakat.
Sementara,
di dalam hampir semua kebudayaan, korupsi dianggap sebagai perbuatan yang diklasifikasikan sebagai tindakan kriminal.
Jadi,
sebetulnya korupsi bukanlah bagian dari sebuah unsur kebudayaan.
Tapi ingat! ,
dari tinjauan sejarah, ditemukan – korupsi dapat menghancurkan kebudayaan.
Dari uraian diatas memang pengucapan budaya korupsi itu salah kaprah. Akan tetapi hal tersebut haruslah kita jadikan sebagai pengingat Indonesia jangan sampai korupsi menjadi kebudayaan yang legal di Indonesia. Dan pada makalah ini untuk memudahkan penyebutan disana-sini masih saya tulis dengan pengucapan budaya korupsi. Asal-asul budaya korupsi di Indonesia yang pada hakekatnya telah ada sejak dulu ketika daerah-daerah di Nusantara masih mengenal system pemerintah feodal (Oligarkhi Absolut), atau sederhanya dapat dikatakan, pemerintahan disaat daerah-daerah yang ada di Nusantara masih terdiri dari kerajaan-kerajaan yang dipimpin oleh kaum bangsawan (Raja, Sultan dll).
Secara garis besar, budaya korupsi di Indonesia tumbuh dan berkembang melalu 3 (tiga) fase sejarah, yakni ; zaman kerajaan, zaman penjajahan hingga zaman modern seperti sekarang ini. Mari kita coba bedah satu-persatu pada setiap fase tersebut. Pertama, Fase Zaman Kerajaan. Budaya korupsi di Indonesia pada prinsipnya, dilatar belakangi oleh adanya kepentingan atau motif kekuasaan dan kekayaan. Literatur sejarah masyarakat Indonesia, terutama pada zaman kerajaan-kerajaan kuno, seperti kerajaan Mataram, Majapahit, Singosari, Demak, Banten dll, mengajarkan kepada kita bahwa konflik kekuasan yang disertai dengan motif untuk memperkaya diri (sebagian kecil karena wanita), telah menjadi faktor utama kehancuran kerajaan-kerajaan tersebut. Coba saja kita lihat bagaimana Kerajaan Singosari yang memelihara perang antar saudara bahkan hingga tujuh turunan saling membalas dendam berebut kekuasaan, mulai dari Prabu Anusopati, Prabu Ranggawuni, hingga Prabu Mahesa Wongateleng dan seterusnya. Hal yang sama juga terjadi di Kerajaan Majapahit yang menyebabkan terjadinya beberapa kali konflik yang berujung kepada pemberontakan Kuti, Nambi, Suro dan lain-lain. Bahkan kita ketahui, Hal menarik lainnya pada fase zaman kerajaan ini adalah, mulai terbangunnya watak opurtunisme bangsa Indonesia. Salah satu contohnya adalah posisi orang suruhan dalam kerajaan, atau yang lebih dikenal dengan “abdi dalem“. Abdi dalem dalam sisi kekuasaan zaman ini, cenderung selalu bersikap manis untuk menarik simpati raja atau sultan. Hal tersebut pula yang menjadi embrio lahirnya kalangan opurtunis yang pada akhirnya juga memiliki potensi jiwa yang korup yang begitu besar dalam tatanan pemerintahan kita dikmudian hari.
Kedua, Fase Zaman Penjajahan. Pada zaman penjajahan, praktek korupsi telah mulai masuk dan meluas ke dalam sistem budaya sosial-politik bangsa kita. Budaya korupsi telah dibangun oleh para penjajah colonial (terutama oleh Belanda) selama 350 tahun. Budaya korupsi ini berkembang dikalangan tokoh-tokoh lokal yang sengaja dijadikan badut politik oleh penjajah, untuk menjalankan daerah adiministratif tertentu, semisal demang (lurah), tumenggung (setingkat kabupaten atau provinsi), dan pejabat-pejabat lainnya yang notabene merupakan orang-orang suruhan penjajah Belanda untuk menjaga dan mengawasi daerah territorial tertentu. Mereka yang diangkat dan dipekerjakan oleh Belanda untuk memanen upeti atau pajak dari rakyat, digunakan oleh penjajah Belanda untuk memperkaya diri dengan menghisap hak dan kehidupan rakyat Indonesia. Sepintas, cerita-cerita film semisal Si Pitung, Jaka Sembung, Samson & Delila, dll, sangat cocok untuk menggambarkan situasi masyarakat Indonesia ketika itu. Para cukong-cukong suruhan penjajah Belanda (atau lebih akrab degan sebutan “Kompeni”) tersebut, dengan tanpa mengenal saudara serumpun sendiri, telah menghisap dan menindas bangsa sendiri hanya untuk memuaskan kepentingan si penjajah.
Ketiga, Fase Zaman Modern. Fase perkembangan praktek korupsi di zaman modern seperti sekarang ini sebenarnya dimulai saat lepasnya bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan. Akan tetapi budaya yang ditinggalkan oleh penjajah kolonial, tidak serta merta lenyap begitu saja. salah satu warisan yang tertinggal adalah budaya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Hal tersebut tercermin dari prilaku pejabat-pejabat pemerintahan yang bahkan telah dimulai di era Orde lama Soekarno, yang akhirnya semakin berkembang dan tumbuh subur di pemerintahan Orde-Baru Soeharto hingga saat ini. Sekali lagi, pola kepemimpinan yang cenderung otoriter, anti-demokrasi dan anti-kritik, membuat jalan bagi terjadi praktek korupsi dimana-mana semakin terbuka.
Melihat fase yang ada diatas maka tak heran Indonesia tahun 2005 – 2007 mendapat peringkat yang amat tidak memuaskan berdasarkan Survei Political and Economic Risk Consultancy (PERC) dari 1.400 usahawan asing terhadap 13 negara Asia, menunjukkan Indonesia menempati urutan ketiga sebagai negara yang paling korupsi dalam aktivitas ekonominya, setelah Filipina dan Thailand.
Daftar negara yang paling korupsi sampai yang yang paling kecil tingkat korupsinya berdasarkan survei PERC :
1. Filipina 9,00 (tahun lalu 9.00 juga)
2. Thailand 8,00 ( tahun lalu 8,03)
3. Indonesia 7,98 (8,03)
4. China 7,98 (6,29)
5. Vietnam 7,75 (7,54)
6. India 7,25 (6,67)
7. Taiwan 6,55 (6,23)
8. Malaysia 6,37 (6,25)
9. Korea Selatan 5,65 (6,30)
10. Macau 3,30 (5,18)
11. Jepang 2,25 (2,10)
12. Hong Kong 1,80 (1,87)
13. Singapura 1,13 (1,20).
Inilah realita yang ada di negara Indonesia, maka jangan heran kalau lambat laun tidak serius upaya pemberantasannya korupsi akan menjadi kebudayaan.
B. Faktor penyebab korupsi
Walaupun tidak secara lugas diterangkan didepan, sedikit dapat juga dimengerti bahwa korupsi membudaya dan berkembang seiring manusia mengenal kehidupan bersama. Dan itulah walaupun tidak secara langsung sebagai penyebab korupsi terjadi. Sepaham dengan pendapat mantan Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh yang dikutip di www.kapan lagi.com pada konvensi nasional media massa dalam rangka kegiatan Hari Pers Nasional (HPN) dan Pekan Olahraga Wartawan Nasional (Porwanas) VIII 2005 di Pekanbaru, Riau, Selasa (8/2). mengakui, ada empat faktor dominan penyebab merajelalanya korupsi di Indonesia, yakni faktor penegakan hukum yang masih lemah, mental aparatur, kesadaran masyarakat yang masih rendah, dan `political will. "Dari empat faktor itu telah menyebabkan uang negara dikorupsi lebih kurang Rp300 triliun tiap tahunnya. KPK juga tidak mau kalah penyebab korupsi adalah :
a. Sifat tamak manusia/serakah
b. Budaya permissif/tidak mau tau tahu
c. Kebutuhan Hidup Yang Mendesak
d. Ajaran Agama Yang Kurang Diterapkan.
Dan menurut pandangan religi saya factor ajaran agama yang kurang diterapkanlah yang paling dominan diantara sekian factor yang ada.
C. Solusi penanggulangan
Korupsi merupakan sebuah virus yang sangat akut, maka solusi yang paling tepat adalah melalui pesan nilai-nilai Agama. Dan terlebih khusus di Indonesia yang mayoritas beragama islam maka pesan Allah di dalam Al-qur’anulkarim perlu diperhatikan. Dari mana hal itu diawali, maka awalilah dari penguasa. Penguasa bersih rakyat sejahtera dan jauh dari korupsi. Disamping itu perlu peningkatan iman serta dibarengi perbaikan system, Namun di antara keduanya ini, mempertebal keimanan (ketakwaan) adalah yang paling utama, sesuai firman Allah: “Berbekallah kamu, sesunggunya sebaik-baik bekal adalah takwa” (Al-Baqarah: 197). Nabi Muhammad saw bersabda: “Si pemberi dan penerima suap sama-sama di dalam neraka” (HR. Abu Daud).
Apabila hal diatas dilaksanakan saya menjamin 100 % Indonesia akan menjadi Negara yang makmur gemah ripah loh jinawi baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.
PENUTUP
Kini sudah menjadi gejala umum “Korupsi” digunakan untuk mendapatkan apa saja yang diinginkan. Karena itu, kampanye kembali ke jalan agama dan etika perlu ditingkatkan dan hendaklah dimulai dari kalangan atas, karena sesungguhnya di kalangan ataslah terjadi banyak kasus korupsi. Penulis tekankan kembali ke jalan agama dan etika, karena untuk masa sekarang ini Undang-Undang (UU) dengan sanksinya tidak mampu lagi mencegah terjadinya korupsi.




Tidak ada komentar:
Posting Komentar
monggo komentari